TEORI
KRITIK
SASTRA
PSIKOLOGIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
FITRI AYU ASTUTI 155010325
NOVIANTI SUARDI
SULTAN 155010319
WAHYUNI 155010343
ANNA DEBORA LIMBONG 155010333
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
2016/2017
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Balikpapan, 15 Mai 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kritik sastra merupakan sumbangan
yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan
sastra. secara singkat, kritik sastra dapat didefinisikan sebagai hasil usaha
pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman
dan penafsiran sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Seorang
pembaca sastra dapat membuat kritik sastra yang baik apabila dia betul-betul
menaruh minat pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan mendalami serta
menilai tinggi pengalaman manusiawinya. Yang dimaksud dengan mendalami serta
menilai tinggi pengalaman manusiawi adalah menunjukan kerelaan psikologinya
untuk menyelami dunia karya sastra, kemampuan untuk membeda-bedakan pengalaman
secara mendasar, dan kejernihan budi untuk menentukan macam-macam nilai.
Mengingat bahwa tradisi kritik
sastra di Indonesia masih sangat muda lebih dari sastra Indonesia yang usianya
belum mencapai satu abad, masih banyak persoalan tentang kritik sastra yang
harus dipelajari dan dialami oleh peneliti sastra, agar sumbangannya dapat
sesuai dengan hakikat dan tujuan dari kritik sastra. sehubungan dengan ini
kiranya pantas bahasa Indonesia masih sangat terbatas hingga banyak dari
persoalan-persoalan tersebut dalam menguasai bahasa.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dapat kami simpulkan berdasarkan latar belakang diatas
yaitu :
1. Apakah
defenisi Psikologi ?
2. Jelaskan
mengenai psikologi dalam kritik sastra.?
3. Apakah
keterkaitan psikologi dan kesustraan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu penulis sangat berharap makalah ini dapat
menjadi referensi bagi kita sebagai mahasiswa maupun khalayak umum yang
membacanya agar lebih mengetahui tentang Psikologi dalam sastra dan kritik
sastra.
D. Manfaat Penulisan
Karena
adanya penulisan tentang Psikologi sastra ini, diharap memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Mengetahui
apa defenisi atau pengertian dari psikologi.
2. Mengetahui
mengenai psikologi dalam kritik sastra.
3. Memberikan pengetahuan mengenai keterkaitan psikologi
dan kesustraan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi
Secara
etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu psyche dan
logos. Kata psyhe berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti
“ilmu”. Jadi psikologi secara harfifah berarti” ilmu jiwa”, atau ilmu yang
objek kajiannya adalah jiwa. Dulu ketika psikologi masih berada atau merupakan
bagian dari ilmu filsafat, definisi bahwa psikologi adalah ilmu yang pengkaji
jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam kepustakaan kita pada tahun lima puluhan
pun nama ilmu lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Kini istilah ilmu
jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa
atau sukma sehingga istilah itu kurang tepat.
Jiwa
itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara empiris, padahal
objek kajian setiap ilmu dapat
diobservasi secara indrawi. Dalam hal ini, jiwa, atau keadaan jiwa hanya bisa
diamati melalui gejala-gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung
dan orang yang gembira akan gerak-geriknya yang riang. Namun secara
tradisional manusia. Caranya adalah
mengkaji hakikat rangsangan, hakikat reaksi terhadap rangsangan dan mengkaji
hakikat proses-proses akal yang berlaku sebelum reaksi terjadi. Para ahli
psikolologi belakangan ini juga cenderung unttuk menganggap psikologi sebagai
ilmu yang mencoba mengkaji proses akal manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia. Tujuan mengkaji akal ini adalah untuk menjelaskan,
mempredisikan dan ,
Dalam
perkembangannya psikologi telah terjadi menjadi beberapa aliran sesuai dengan
paham filsafat yang dianut. Karena itulah dikenal adanya psikologi yang
mentalistik, yang behavioristik dan yang kognitifisik.
Psikologi
yang metalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan
proses-proses akal manusia dengan cara mengitrospeksi atau mengkaji diri. Oleh
karena itu, psikologi kesadaran lazim juga disebut psikologi introspeksionisme.
Psikologi ini merupakan suatu proses
akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu rangsangan
terjadi.
Psikologi
yang behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan
utama psikologi perilaku ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang
berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana
mengawasi dan mengontrol perilaku itu.
Psikologi
kognifisik dan lazim disebut psikologi kognitif mencoba mengkaji proses-proses
kognitif manusia secara ilmiah. Yang dimasud proses kognitif adalah proses-proses
akal manusia yang bertangung jawab mengatur pengalaman dan perilaku manusia.
Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah bagaimana cara manusia
memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluerkan dan menggunakan
pengetahuannya termasuk perkembangan dan penggunakan pengetahuan bahasa.
B. Psikologi Dalam Kritik Sastra
Kritik
diabad kedua puluh ini telah mengalami perkembangan pesat, karena adanya
sumbangan ilmu-ilmu kemasyaraktan dan psikologi. Kritik sastra yang semula
dapat digolongkan menjadi dua pendekatan saja pendekatan formal dan pendekatan
moral. Telah berkembang paling sedikit lima macam pendekatan; dengan tambahan
tiga pendekatan baru yakni pendekatan psikologi, sosologi, mitos dan arketipe.
Secra konseptual pendekatan mitos dan arketipe merupakan cabang dari pendekatan
psikologi. Oleh karena itu, garis besarnya pendekatan baru yang membantu
perkembangan kritik sastra dalam abad dua puluh ini, adalah psikologi dan
sosiologi. Kedua pendekatan ini akan dibicarakan secara singkat agar gambaran
tetang kritik sastra agak lengka.
Munculnya
pendekatan psikologi dalam kritik sastra disebabkan oleh meluasnya
perkenalan-pekenalan sarjana sastra dengan ajaran Freud yang dimulai
diterbitkan dalam bahasa Inggris, terutama the interprelation of drem, dalam
menjelang decade perang dunia. Pembahasan sastra dilakukan sebagai eksperimen
tehknik simbolisme mimpi, pengungkapan aliran kesadaran jiwa dan pengertian
libido ala Freud menjadi semacam sumber dukungan terhadap pemberontakan sosial
melawan puritanisme dan tata cara Viktorianisme. Diantara kritikus-kritkus
sastra yang merintis dan mengajurkan pendekatan psikologi adalah I.A.Richrads,
yang buku teorinya Principles of Literary Criticism. Merupakan buku pengarang
penting di tahun dua puluhan. Richrads mencoba menghubungkan kritik sastra
dengan uraian psikologi sematik. Yang sangat ditonjolkan adalah pengertian
hakekat pengalaman sastra yang terpadu.
Bahasa
kritik sastra ini mendukung pandangan bahwa kritik sastra sebagai objek estetik
tidak mempunyai pengaruh sebab karya sastra tidak lain adalah sebuah pengalaman
pribadi pembacanya. Selain itu, Richards menetang idealism estetik atau
pendirian “ seni untuk seni” menekankan daya komunikasi karya seni. Nilai karya
sastra baginya terletak pada kemampuan menjalin sikiap-sikap yang saling
bertentangan secara berdaya hasil. Perdamain nilai-nilai yang berlawanan jelas
dalam ironi yang merupakan dasar dari penilai poetic yang kemudian populer
dikalangan kritikus sastra psikologi.
Psikologi
memasuki biang kritik sastra lewat beberapa jalan: a. pembahasan tentang proses
penciptaan sastra, b. pembahasan psikologi terhadap pengarangnya, c.
pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimpa dari karya
sastra, dan d. pengaruh karya sastra terhadap pembacanya. Pembahasan jenis
pertama dan kedua dapat dimasukan kedalam psikologi kesenian. Tidak dapat
dimungkiri pembahasan terhadap pribadi pengarang maupun proses penciptaan
sastra itu memang menarik dan adanya menujukan manfaat pedagogik dalam studi sastra.
Dalam hubungan ini, perlu diingatkan akan adanya bahaya sesatan genetik, yakni
cenderung untuk meniliai karya sastra lewat proses dan orang yang melahirkan
sastra tersebut. Dengan kata lain perlu diingatkan bahwa karya sastra bebas dan
tidak tergantung pada proses penciptaan maupun penciptaanya sendiri.
Hubungan
antara karya sastra dengan persona pengarangnya dipertegas oleh freud, yang
memandang seorang penyair tidak lebih dari seorang pelamun yang lari dari
kenyataan hidup. Baginya, kreativitas seorang pengarang tidak lain dari
pelarian. Dengan bekal pengertian tersebut, dia lalu secara khusus berusaha
menafsirkan sesuatu atau beberapa karya tertentu dari pengarang yang
bersangkutan. Kedua seorang kritikus sastra dapat mempelajari secara teliti riwayat
hidup seorang pengarang, seperti peristiwa-peristiwa penting dalam hidup dan
catatan-catatan berbentuk surat menyurat, sebagai dokumen pribadi yang berisi
macam-macam kenyakinan dan goresan pengakuan. Suatu teori tentang kepribadian
pengarang yang bersangkutan: macam-macam pengarang batin, pertentangan jiwa,
frustrasi, kekecewaan, harapan, pengalaman-pengalaman yang merawankan, dan
neurosis. Teori kepribadian ini kemudian digunakan untuk menyoroti dan memahami
beberapa karya tertentu dari pengarang yang bersangkutan.
sastra macam ini memang dapat membantu kita
untuk menangkap bahwa jenis karya sastra tertentu merupakan hasil khayalan
pengarang yang sedang mengalami keadaan jiwa tertentu. Akan tetapi perlu
kiranya diingat bahwa bagaimanapun menariknya pembahasan ini tidak menunjukan
adanya hubungan yang jelas dengan teori nilai, makna, atau kadar sastra. Dengan
kata lain, orang tidak lebih mengetahui tentang dasar-dasar penentuan nilai
sastra. Oleh karena itu, penentuan nilai karya sastra yang merupakan unsur
pokok dalam pengertian kritik sastra, memang tidak dapat dilakukan. Pembahasan
dan pengungkapan proses penciptaan orang menyimpulkan nilai, makna, atau kadar
sastra, maka dia sudah terperosok ke dalam sesatan genetik dalam kerangka
pemikirannya.
Pendekatan
mitos dan arketipe dalam kritik sastra berpangkal pada psikologi Carl G. Jum,
yang terbit dalam bahasa Inggris pada akhir tahun 1920-an dan awal 1930-an
khususnya “On The Relation of Analytical
Psikology to Poetic Art”. Jum beranggapan bahwa beberapa sajak mempunyai daya
tarik khusus menggetarkan hati pembacanya karena adanya rangsangan-rangsangan
bahwa sadar pada jiwa pembaca. Rangsangan-rangsangan bahwa sadar ini disebut
citra-citra dasar, atau citra keinsanan purba yang berbentuk lewat pengalaman
nenek moyang kita dan diwariskan sebagai bawah sadar kelompok yang menjiwai
untuk umat manusia dalam bentuk mitos, agama, mimpi, dan sastra.
Dari
uraian diatas kiranya jelas bahwa pendekatan mitor dan arketipe dalam
pembahasannya sastra hanya sesuai dengan karya-karya sastra baik yang puisi
maupun yang prosa. Secara khusus dapat dikatakan bahwa pendekatan ini dapat
menunjukan kegunaannya pada pembahasan karya sastra yang bernafaskan keagamaan
yang cenderung menggunakan pencitraan apokaliptik, demonik, dan analogik.
C. Keterkaitan Psikologi dan Kesustraan
Secara
umum yang dimasudkan dengan istilah imajinasi adalah daya untuk membentuk
imaji-imaji atau gamaran-gambaran atau kosep-kosep mental secara tidak langsung
didapat dari sensasi atau penginderaan. Untuk perlu diuraikan agar lebih mudah
memahami kembali bahwa imajinasi adalah suatu daya atau energy yang berkaitan
langsung dengan manusia yang memiliki daya atau energy tersebut. Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa hanya manusia yang memiliki daya itu, bukan makhluk
hidup lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Dalam
pemahaman tersebut, imajinasi mengadaikan pula ada imaji atau gambaran atau
citra sebagai unsure utama yang sangat penting didalamnya. Dengan demikian
proses pengimajinasian itu selalu merupakan proses pembentukan gambaran
tertentu berlangsung secara kejiwaan. Artinya gambaran tersebut tidak berada
secra visual atau tampak oleh mata atau tekstural atau teraba oleh tangan.
Dengan begitu lebih jelas lagi bahwa istilah imajinasi diterapkan pada suatu
proses kejiwaan dan bukan proses visual-jasmani yang dilakukan seketika itu
juga oleh manusia. Juga kelak akan bahwa proses visual jasmani tertentu dapat
diimajinasi meskipun imajinasi tidak sama dengan proses visual tersebut.
Masih
menyangkut pengertian imajiansi diatas terkait pula pengertian proses kejiwaan,
tidak hanya meliputi imaji atau citra atau gambaran melainkan kosep-konsep
kejiwaan, untuk itu kosep kejiwaan ini tetap berkaitan dengan imaji atau citra
atau gambaran tersebut. Kesalahpaman sering terjadi dalam istiah imajinasi
dalam perbincangan sehari-hari. Penyamaan istilah imajinasi fantasi dalam
kesadaran, ilusi dan khalayalan. Apabila seorang individu sering melamun
kadang-kadang ia terlalu dikatakan berimajinasi.
Menurut
J.A Cuddon dalam”The Penguin Dictionary of Literary Theory”(1991:442-443) bahwa
dalam bahasa inggris ada berberapa variasi dari kata “imajinasi” yakni “
imagery”, dan “imaginary”, serta”imagine”. Imagery sesunguhnya berarti suatu
figurtif untuk menghasilkan gambaran, citra, objek, perasaan, pemikiran, ide,
atau pengalaman dalam pikiran pembaca atau pendengar. Dalam hal ini imaji tidak
harus suatu lukisan kejiwaan atau metal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu psyche dan
logos. Kata psyhe berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti
“ilmu”. Jadi psikologi secara harfifah berarti” ilmu jiwa”, atau ilmu yang
objek kajiannya adalah jiwa.
Kritik
diabad kedua puluh ini telah mengalami perkembangan pesat, karena adanya
sumbangan ilmu-ilmu kemasyaraktan dan psikologi. Kritik sastra yang semula
dapat digolongkan menjadi dua pendekatan saja pendekatan formal dan pendekatan
moral. Telah berkembang paling sedikit lima macam pendekatan; dengan tambahan
tiga pendekatan baru yakni pendekatan psikologi, sosologi, mitos dan arketipe.
Secra konseptual pendekatan mitos dan arketipe merupakan cabang dari pendekatan
psikologi.
Imajinasi
adalah daya untuk membentuk imaji-imaji atau gamaran-gambaran atau kosep-kosep
mental secara tidak langsung didapat dari sensasi atau penginderaan. Untuk
perlu diuraikan agar lebih mudah memahami kembali bahwa imajinasi adalah suatu
daya atau energy yang berkaitan langsung dengan manusia yang memiliki daya atau
energy tersebut.
Dalam
pemahaman tersebut, imajinasi mengadaikan pula ada imaji atau gambaran atau
citra sebagai unsure utama yang sangat penting didalamnya. Dengan demikian
proses pengimajinasian itu selalu merupakan proses pembentukan gambaran
tertentu berlangsung secara kejiwaan. Artinya gambaran tersebut tidak berada
secra visual atau tampak oleh mata atau tekstural atau teraba oleh tangan.
Dengan begitu lebih jelas lagi bahwa istilah imajinasi diterapkan pada suatu
proses kejiwaan dan bukan proses visual-jasmani yang dilakukan seketika itu
juga oleh manusia. Juga kelak akan bahwa proses visual jasmani tertentu dapat
diimajinasi meskipun imajinasi tidak sama dengan proses visual tersebut.
B. Saran
Dengan
kita mengetahui sebuah karya sastra apakah karya sastra yang kita nikmati sudah
mengenai hati kita sebagai pembaca. Secara umum pembaca dapat juga mengkritik
akan sastra yang dinikmatinya. Akan tetapi dalam mengkritik tidak secara
lengkap hanya mengkritik sebagian dari bentuk dan isinya saja. Oleh karena itu,
dengan adanya kritik sastra kita tahu seberapa jauh karya sastra tersebut
memiliki nilai yang tinggi.
C. Daftar Pustaka
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineke Cipta.
Hardjana,
Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Hanum,
Zulfa. 2005. Psikologi Kesusasteraan. Depok: Inti Prima Grapich.
Komentar
Posting Komentar